Anak Broken Home: Luka yang Tak Terlihat, Harapan yang Harus Dijaga

Anak broken home adalah anak yang tumbuh dalam keluarga yang tidak utuh, biasanya akibat perceraian, perselingkuhan, atau konflik rumah tangga yang intens. Namun, persoalan utama bukan hanya pada terpisahnya orang tua, melainkan pada runtuhnya stabilitas emosional dan hilangnya rasa aman yang seharusnya menjadi fondasi perkembangan anak. Saat figur ayah atau ibu tidak hadir secara fisik maupun emosional, anak kerap kali merasa terlantar secara batin, kehilangan arah, dan menyimpan luka yang tidak selalu tampak dari luar.

Dampak paling krusial dari kondisi ini adalah terganggunya proses pembentukan identitas dan kemampuan regulasi emosi anak. Mereka bisa tumbuh dengan rasa marah yang terpendam, percaya diri yang rapuh, hingga kesulitan membangun relasi sehat di masa depan. Banyak dari mereka merasa tidak layak dicintai, menyalahkan diri sendiri atas perpisahan orang tua, atau bahkan mengulang pola toxic dalam hubungan karena tidak pernah diajarkan cara yang sehat untuk mencintai dan diperlakukan dengan baik. Tanpa pendampingan yang tepat, luka ini terus berkembang dan memengaruhi kualitas hidup mereka dalam jangka panjang.

Di sinilah konseling menjadi kebutuhan yang sangat penting, bukan sebagai solusi instan, tetapi sebagai ruang aman untuk memproses emosi, membongkar luka-luka lama, dan membentuk kembali rasa harga diri. Konselor hadir bukan untuk mengubah masa lalu, tetapi untuk membantu anak berdamai dengannya, memahami bahwa dirinya tidak salah, dan bahwa meski berasal dari keluarga yang tidak utuh, ia tetap berhak tumbuh utuh sebagai individu. Pemulihan anak broken home tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri—ia perlu dituntun dengan kasih, pengertian, dan kehadiran yang konsisten dari orang dewasa yang peduli.

By : Yasmin Zahera

 


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *