Oleh: [Atika Suri Nirmala]
Menikah bukan hanya soal cinta. Ia adalah keputusan besar yang menyatukan dua individu dengan latar belakang, pola pikir, dan pengalaman hidup yang berbeda. Tak heran jika konflik dalam rumah tangga sering terjadi ketika pasangan tidak siap menghadapi perbedaan tersebut. Di sinilah konseling pranikah hadir sebagai proses penting yang sering kali diabaikan: membantu calon suami istri mempersiapkan diri, bukan hanya secara teknis, tetapi juga secara psikologis dan emosional. Konseling pranikah bukanlah interogasi atau tes kecocokan. Ia adalah ruang dialog terbuka antara pasangan dan konselor, untuk membahas ekspektasi, nilai-nilai dalam pernikahan, komunikasi, hingga cara menghadapi konflik. Tujuannya bukan mencari siapa yang benar atau salah, tetapi membantu pasangan saling mengenal lebih dalam sebelum janji suci terucap.
Salah satu pendekatan yang efektif dalam konseling pranikah adalah pendekatan humanistik yang dikenalkan oleh Carl R. Rogers. Pendekatan ini berlandaskan pada tiga prinsip utama: empati, penerimaan tanpa syarat, dan keaslian. Dalam konteks konseling, konselor tidak memaksakan nasihat atau penilaian, melainkan hadir sebagai pendengar yang tulus dan terbuka. Pasangan yang mengikuti sesi konseling dengan pendekatan ini akan merasa lebih aman untuk membuka diri dan mengekspresikan kekhawatiran maupun harapan mereka dalam pernikahan. Proses ini membantu mengidentifikasi potensi konflik sejak dini, sekaligus memperkuat keterampilan komunikasi dan saling pengertian—dua fondasi utama pernikahan yang sehat.
Di tengah kesibukan persiapan pesta pernikahan, konseling pranikah kerap dianggap sepele atau sekadar formalitas. Padahal, manfaat jangka panjang dari proses ini jauh lebih besar daripada pesta yang hanya berlangsung sehari. Pasangan yang mengikuti konseling pranikah terbukti memiliki kesiapan mental dan emosional yang lebih baik, serta lebih mampu menghadapi tantangan kehidupan rumah tangga. Konseling ini juga memberi ruang refleksi bagi pasangan: apakah mereka benar-benar siap untuk menikah? Apakah keputusan menikah ini datang dari kesadaran pribadi, atau sekadar desakan lingkungan? Pertanyaan-pertanyaan ini, bila dijawab dengan jujur, dapat mencegah pernikahan yang didasari oleh motivasi keliru—yang bisa berujung pada perceraian atau ketidakbahagiaan.
Pada akhirnya, konseling pranikah bukan tentang mencari kesempurnaan, melainkan kesiapan. Pernikahan bukanlah akhir dari cerita cinta, tetapi awal dari perjalanan panjang yang penuh tantangan dan pembelajaran. Dengan bimbingan yang tepat, pasangan dapat membangun keluarga yang bukan hanya bertahan, tetapi juga berkembang dalam cinta, saling pengertian, dan kebahagiaan. Maka sebelum mengucap janji setia, luangkan waktu untuk mengenali diri sendiri dan pasangan secara lebih mendalam melalui konseling pranikah. Karena keluarga bahagia bukanlah hasil dari keberuntungan, melainkan dari kesadaran dan kesiapan untuk membangun bersama.
Leave a Reply